Responsive Banner design
Home » » Puisi Kembali Memanggilku

Puisi Kembali Memanggilku



Kau kembali memanggilku
Padahal telah kuselesaikan janji, mimpi-mimpi
Dan resah masa lalu.

Jika bukan karenamu telah kulipat perjumpaan ini.

Puisi kembali mempertemukanku pada ruang yang selama 1 tahun lebih ini membuat jarak, sampai rindu bertatap, tertawa dan makan bareng adalah hal yang paling menakutkan bagiku. Telah kuputuskan pilihan setelah panggung menjadi kenangan. Kini entah kenapa seakan-akan ada yang kembali memanggilku untuk kembali menyeduh keringat yang sudah lama mengering. Padahal tempat ini yang memaksaku untuk membuat pilihan, dan memilih adalah keputusan paling final dalam hidupku. Namun kini aku harus kembali dengan sampul muka dan hati yang sama, bercanda dan tertawa layaknya dulu aku menghabiskan waktu di sini. Bukan lagi sebagai properti panggung atau kalau bahasa teman-teman teater Eska aktor seperti itu.
Panggilan batin ini adalah puisi. Sebenarnya ada apa dengan puisi, bukankah puisi adalah baju para seniman sedangkan aku hanyalah pengembara selatan dan utara yang tak tau apa-apa. Tapi tak apalah sebab karena puisi aku kembali melihat peta di tubuhmu.
Puisi. Sungguh ini tak pernah terbayangkan sebelumnya, dan saya merasa tidak pantas untuk menjadi pembicara pada kali ini. Apalagi harus membahas masalah puisi. Sebab saya belajar menulis puisi setelah pentas produksi teater Eska selesai di helat. Dan selama itu saya harus membagi waktu antara kuliah dan menulis. Dari proses yang sebentar itu kiranya tidak pantas bagiku berbicara panjang lebar masalah tentang puisi. Namun apa boleh dikata bila kesepakatan telah selesai disepakati dan juga ini sebagai pembelajaran bagiku.
Puisi adalah puncak dari segala karya sastra, oleh karena itu saya tidak bisa mendefinisikan apa itu puisi. Kalau “ Muhammad Ali Fakih ” (penyair Kutub) mengatakan puisi itu adalah masalah yang sengaja di ciptakan. Tapi kalau “ Pablo Neruda ” (prancis) berbeda mendefinisikan puisi. Bagi dia puisi adalah darah masa lalu atau persoalan saat ini yang di ciptakan dengan cucuran keringatnya. Sedangkan bagi “ Otto Sukatno CR ” (penyair Eska) dalam pengantarnya di antologi puisi (prosenium) mengungkapkan bahwa puisi adalah masalah-masalah neurotic (kejiwaan). Dan banyak penyair lain mendefinisikan puisi. Maka dari itu puisi tidak mempunyai definisi yang tetap dan itu terserah kalian mau mendefinisikan puisi sebagai apa. Dan yang penting, dunia puisi itu adalah dunia lain dan tidak sembarang orang bisa memasukinya. Bandingkan saja penyair dan politikus atau pengusaha di dunia ini.
Puisi selalu mengajak kita berkelana keruang yang jauh dan bisa masuk dari berbagai  penjuru, baik itu masa lalu, masa depan, rindu, kenangan, cinta, luka, malam, sunyi, sepi, sex dan hal yang paling sepele dalam hidup ini seperti makan, minum, beol, tidur, bangun, mandi, minum kopi dll. Puisi masuk ke dalam sendi-sendi kehidupan tapi puisi beda dengan catatan harian atau status facebook. Puisi bisa ditulis dengan kata sederhana tapi dengan cara yang tidak sederhana contoh puisinya Sapardi Djoko Damono:
Aku ingin
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan kata yang tak sempat diucapkan
Kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
Awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
(Hujuan Bulan Juni: Aku Ingin)

            Bahasa yang digunakan Sapardi dalam puisi di atas adalah bahasa sehari-hari. Kadang kita menyepelekan bahasa sehari-hari dalam menulis puisi, dan kebanyakan para penyair hususnya penyair muda, mencari atau merangkai kata yang jelimet tujuannya biar orang menganggap ini puisi bagus karena tidak dimengerti. Dan ahirnya puisinya jelek dan tidak memberikan apa-apa kepada pembaca. Beda dengan puisi-puisinya Sutardji Calsoum Bahri, kalau puisinya Sutardji itu jelas bagaimana dia mencerabut realitas dan kata adalah tujuan dari puisi-puisinya, coba kita lihat puisi berikut:

Daging kita satu arwah kita satu
Walau masing jauh
Yang tertusuk padamu berdarah padaku
(Amuk Kapak: Satu)

            Dalam hal ini saya tidak bermaksud menggurui teman-teman, cuma membagi informasi dari apa yang telah saya ketahui baik lewat bacaan atau diskusi-diskusi seperti ini. Sebenarnya pada kali ini saya bertugas membedah puisi saudara M. Shaleh tapi setelah membaca puisinya aku hanya bisa menulis catatan ini, entah itu kenapa.           


*disampaikan pada acara diskusi  sastra di Teater  Eska 2013

0 komentar:

Posting Komentar

Mpu Sastra. Diberdayakan oleh Blogger.